Pasar Bandeng, Tradisi yang Berujung Gengsi
Kota Gresik kembali menyuguhkan perhelatan tradisi budaya akbar, Pasar Bandeng Tradisional (PBT). Acara yang identik dengan lelang bandeng itu setiap digelar pada malam 27 hingga 29 di bulan Ramadhan.
Jalan Gubernur Suryo, Gresik, yang biasanya nampak ramai lalu lalang kendaraan bermotor, mendadak berganti menjadi lautan manusia. Lapak-lapak dadakan pun mulai berdiri dan para pedagang menjajakan ikan bandeng raksasa.
Mulai dari pejabat, politikus, hingga para pemilik tambak juga terlibat dalam tumpah ruah masyarakat di pasar itu. Ada yang menawar dengan harga tinggi di saat lelang, dan adapula yang memborong bandeng kawak di lapak pasar.
Sejarah pasar lelang banding sendiri bermula dari cerita tentang Sunan Giri masih hidup dan memiliki ratusan santri di pondok pesantrennya di kawasan bukit Giri Kedaton, yang sekarang dikenal dengan Desa Giri, Kecamatan Kebomas.
Para santri yang berguru untuk memperdalam ilmu agama Islam, memiliki kebiasaan mudik setiap menjelang lebaran. Sebelum kembali ke kampung halamannya untuk berlebaran, umumnya para santri turun bukit menuju Kota Gresik, guna sekadar mencari oleh-oleh sesuatu yang menjadi khas Gresik. Karena makanan yang menjadi khas waktu itu adalah bandeng, akhirnya bandeng selalu dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Pasalnya, Gresik dikenal penyuplai ikan terbesar di Jatim. Luas lahan tambak di kabupaten ini mencapai 28 ribu hektare, atau sekitar 46 persen dari total luas area tambak di Jatim. Produksi budi daya ikan banding di Gresik sendiri mencapai 23.200 ton per tahun.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Gresik mengatakan, melihat potensi itu para petambak di Gresik terus berupaya mengembangkan tambaknya.
(naskah:m.ridlo’i – foto:wt atmojo / www.eastjavatraveler.com)
No comments:
Post a Comment